Kebebasan PERS Yang Tidak Bebas

03.27

Untuk tulisan pertama saya di blog baru saya ini saya akan mengangkat tema pembahasan tentang PERS

Pers atau Media Massa yang lebih dikenal oleh masyarakat awam adalah wartawan, acara berita radio/televisi, koran/majalah/tabloid dan lain sebagainya...dan saya tidak berani mengidentifikasi secara spesifik apa itu Pers/Media Massa karena saya kurang berilmu dan belum menelisik lebih lanjut.

Di sini saya akan memposisikan diri sebagai masyarakat awam yang hanya mempunyai pengetahuan awam tentang tema ini, dan saya berharap teman teman sekalian yang sempat membaca tulisan saya ini yang memang terjun pada bidangnya, berkenan untuk memberikan komentar atau meralat apabila terdapat ketidak sesuaian tulisan dengan fakta yang ada.

Wartawan di Indonesia telah dijamin hak dan kewajibannya atau lebih simplenya telah diberikan kebebasan dalam menjalankan tugasnya oleh Undang-Undang, saya berani menjamin itu karena telah terdapat aturan yang menjamin tentang kebebasan Pers, aturan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

Dikutip dari Wikipedia

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Lalu mengapa memberikan judul tulisan ini Kebebasan PERS Yang Tidak Bebas?
Saran pertama dari saya sebelum saya jelaskan lebih lanjut, jangan telan mentah-mentah apa yang saya tulis di awal hingga akhir karena ini hanya blog buah pikir seorang saya saja....

Di awal saya telah menjabarkan secara harfiah ala ala yang tidak harfiah juga hanya copy-paste dari website terpercaya, karena saya selama menekuni perkuliahan di Starta-1 Ilmu Hukum, saya sendiri tidak mengambil konsen pada hukum Pers. Selanjutnya saya akan memberikan pendapat saya sebagai orang awam yang menanggapi Pers di era kini.

Jujur, saya sebagai seorang yang masih cukup muda merasa kecewa dengan beberapa pers atau pihak dari media massa yang tidak memberikan "kebebasan" persnya kepada wartawannya sendiri, itu memang sudah menjadi rahasia umum seperti contoh salah satu atau salah dua atau justru semua chanel TV News mempunyai poros atau condong dalam memberitakan sesuatu atau bisa dikatakan tidak netral. Wartawan-wartawan yang bekerja di bawah naungan perusahaan tersebut dipaksakan arahan liputan serta pemberitaannya ke arah yang jelas telah ditentukan. Entah hal tersebut mereka (petinggi perusahaan atau yang mempunyai kepentingan) anggap sebagai "kebebebasan" pers atau bukan, namun bagi saya inilah yang saya sebut sebagai kebebasan pers yang tidak bebas.

Mengapa saya berani-beraninya memberikan statement seperti itu?

Karena menurut saya, kebebasan pers itu dimiliki oleh individual atau persona. Bukan mutlak hanya perusahaan media saja yang memiliki, seperti yang telah saya jabarkan mengenai aturan yang mengatur tentang kebebasan Pers di awal tadi, sudah tertera jelas bahkan setiap orang mempunyai hak tersebut terlepas dari kartu identitas Pers. Lalu bagaimana bisa seorang wartawan dipaksakan untuk memberitakan sesuatu sesuai dengan pandangan atau kepentingan orang lain padahal wartawan tersebut berhak menulis dan memberitakan hal-hal yang dia liput, investigasi dan dia publis sesuai dengan apa yang hendak wartawan itu beritakan? UANG atau lebih lembut saya sebut SALARY.

Ya beginilah, konsep kerja yang ada di dunia ini, kebutuhan diberikan sesuai dengan task yang diselesaikan, atau bagaimana terserah anda memahami makna dari pola bekerja-upah. Maaf agak sensitif saya menyinggung mengenai upah, namun memang beginilah kenyataannya, dan dari sinilah beberapa hal negatif menurut saya bermunculan.

Pertama-tama kita mengetahui secara langsung bagaimana tipikel masyarakat di Indonesia, apalagi yang berkaitan dengan Pers, contohnya mengenai dampak, mari kita bahas dampak-dampak tersebut secara lebih lanjut.

Tipe masyarakat Indonesia adalah mudah dipancing emosinya, kurang inisiatif dalam mengkroscek sesuatu, yang paling parah adalah menelan mentah-mentah suatu pemberitaan. Hal tersebut dapat dipandang sebagai peluang bagus oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan alias politikus, dalam hal apapun, dalam waktu yang bagaimanapun, dalam keadaan apapun dan dimanapun, peran media dianggap kuat oleh banyak pihak sebagai pengarah opini masyarakat luas secara umum dan dapat mendominasi opini (opini publik). Menurut saya, ini akan semakin "membodohkan" masyarakat, bukan mencerdaskan bangsa! Kita dipermainkan oleh golongan tertentu untuk keuntungan mereka, posisi mereka, status mereka, harta mereka, menjatuhkan musuh mereka. Didiklah kami ini para netizen dan masyarakat dari semua golongan yang mampu pers raih untuk berpikiran terbuka.


Bagaimana masyarakat dapat membuka pikirannya apabila pers tertentu berlomba-lomba membuat "ombak" yang memaksa rakyat untuk sependapat?

Banyak kasus terjadi yang dari benar menjadi salah, dari salah menjadi benar dan setelah memakan waktu cukup lama baru kebenaran hakikinya terkuak, judgement dari masyarakat saat ini adalah yang paling mutlak dan mengerikan mengalahkan judgement dari hakim. Saya sedih melihat masyarakat kini yang terdidik untuk menjadi hakim oleh suatu pandangan yang terkuat, apakah anda pernah melihat korban dari judgement masyarakat dan media? Saya beri satu contoh, terkadang korban dari suatu kejahatan adalah korban ganda pada akhirnya dari media massa, kali ini saya berani jamin karena saya menekuni keilmuan hukum mengenai korban (viktimologi) sebagai konsentrasi saya. Ada beberapa kasus dari kejahatan di kelas masyarakat langsung seperti pemerkosaan dan pencabulan, walaupun korban-korban telah disamarkan identitasnya, namun penayangan yang berulang-ulang di media elektronik maupun cetak, serta peliputan oleh banyak wartawan terkadang membuat si korban kejahatan tersebut semakin drop psikisnya dan semakin memperburuk keadaan, inilah hal-hal kecil yang saya tidak setuju akan tindakan persnya, ekspose berlebihan karena hal tersebut telah menjadi head-line pemberitaan dimanapun, it's judgement secara tidak langsung. Serius saya katakan, cara tersebut dapat membunuh nyawa seseorang.

Inilah Kebebasan PERS Yang Tidak Bebas, untuk wartawan-wartawan yang sempatkan diri membaca tulisan ini...
Bantu kami masyarakat Indonesia untuk berpemikiran luas, cerdaskan kami dengan cara pemberitaan yang tepat, uang dapat membelokan segalanya, tapi janganlah untuk hati nurani...

Demikian tulisan pertama saya, terbuka untuk kritik, saran dan ralat (akan fakta)
Jangan budayakan mencerca
Mari berdiskusi dengan cerdas dan berkelas

Terimakasih

Iren Gian Prasetya

You Might Also Like

4 komentar

  1. Idolaqueee ��������

    BalasHapus
  2. kebenaran dalam produk Pers/jurnalistik bukanlah suatu kebenaran hakiki. Semua itu melewati dapur redaksinya masing2, sehingga memiliki suatu frame apa yg ingin disampaikan kepada para konsumennya. Maka apa yg disajikan kepada masyarakat akan mengikuti apa yg diinginkan oleh redaksinya masing2..

    Nah yg perlu masyarakat ketahui adalah, suatu berita wajib ada klarifikasi pihak terkait, dan wajib cover both side. Tanpa klarifikasi, suatu berita tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dan tanpa cover both side, berita itu hanya sekedar untuk menaikkan si A dan menjatuhkan si B (simpelnya gitu)

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan kebanyakan media sepertinya tidak mengindahkan cover both side, jikalau ada terlihat sangat settingan untuk menarik minat penonton

      re: debat

      Hapus
  3. Kalau pemberitaanya tidak benar, mana yang bisa dituntut? Wartawannya? Apa redaksinya? Ada ancaman hukumannya ga?

    BalasHapus

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images